Judul : KOPERASI
INDONESIA: POTRET DAN TANTANGAN
Sumber :
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_17/artikel_5.htm
Nama Anggota
Kelompok :
1. ADINDA PUTRA
PANGESTU (20210165 ) (adinda)
2. MUHAMMAD IHSAN
(24210725 ) (icank)
3. PASKALINA NOTANUBUN
(25210323 ) (notanubun_paskalina)
4. RIYANI KUSUMAWATI (
26210084 ) (moshi2_hallo)
5. TIRSA VIRGINA NUR
HADIST (26210908 ) (tirsa)
6. ZALDI MASRURI
(28210827 ) (zaldimasruri)
Kelas : 2EB10
ABSTRAK
Selama ini “koperasi”
dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang
memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai
koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD.
Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan
seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan
koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang
kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit
BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada
penciptaan monopoli baru (cengkeh). Ciri utama perkembangan koperasi di
Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan
secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii) Perusahaan baik
milik negara maupun swasta. Sebagai akibat dari perkrmbangan koperasi yang
semakin meluas, koperasi mempunyai kekuatan yang lain karena koperasi dapat
memberikan kemungkinan pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan
mendapatkan informasi yang langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang
memerlukannya. Kesemuanya itu dilihat dalam kerangka peranan koperasi secara
otonom bagi setiap individu anggotanya yang telah memutuskan menjadi anggota
koperasi. Dengan demikian sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan
tersebut bagi anggotanya maka akan mendorong orang untuk berkoperasi karena
dinilai bermanfaat. Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi
berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi
dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan akan
menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah.
Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat
mendesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan
menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing
daerah. Dalam jangka menengah koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para
penabung.
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara
maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi
lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh
dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan
ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang
mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam
rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan
dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan
pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan
koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan
di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa
sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur
koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan
memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang
diperlukan.
Pengalaman di tanah air
kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami
di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan
kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas
dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan
koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan
“development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi
di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program
pembangunan secara sektoral; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah; dan (iii)
Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Sebagai akibatnya prakarsa
masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Selama ini “koperasi”
dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang
memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai
koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD.
Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan
seperti yang selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan
koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang
kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit
BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada
penciptaan monopoli baru (cengkeh).
1.2 Perumusan Masalah
Koperasi merupakan
organisasi yang telah berkembang sejak dulu. Dari zaman ke zaman terdapat
beberapa potret atau perubahan perubahan yang membuat sebuah tantangan bagi
Koperasi.Untuk itu perlu dilakukan penelitian atau studi secara mendalam guna
memperoleh gambaran secara persis potret dan tantangan koperasi, yaitu : 1)
Bagaimana potret koperasi Indonesia dalam perkembangannya?, 2) Manfaat apa yang
diperoleh dari organisasi Koperasi?, 3) Bagaimana Posisi Koperasi dalam
Perdagangan Bebas?, dan 4) Peranan apa yang dilakukan Koperasi Dalam Era
Otonomi Daerah?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada studi ini adalah :
1) Menganalisis Potret Koperasi Indonesia
2) Mengetahui manfaat dari organisasi
Koperasi
3) Mengetahui Posisi Koperasi dalam
Perdaganag Bebas dan Era Otonomi Daerah
1.4 Metode Penelitian
1.4.1 Lokasi
Studi ini dilakukan di
Indonesia khususnya di daerah Otonomi dan Desa.
1.4.2 Metode Studi
Tehnik pengumpulan data
diperoleh dari studi pustaka, Dinas Koperasi dan UKM serta instansi terkait
baik tingkat propinsi maupun kabupaten berupa publikasi, dokumen, laporan
kegiatan.
1.4.3 Pengolahan Analisis Data
Pengelolaan analisa
data dilakukan secara diskriftif reflektif.
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Potret Koperasi Indonesia
Sampai dengan bulan
November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000
unit lebih, dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu
jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan
sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan
yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak
96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan
skala sangat kecil.
Secara historis
pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat
program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke
luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap
captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah
peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha
terutama KUD.
Jika melihat posisi
koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada
koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru
didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari
keseluruhan aset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait
dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar
35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam
pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan
pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar
dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya
menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya
masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Mengenai jumlah
koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada
dasarnya tumbuh sebagai tanggapan
terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan
Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan
koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis
pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi
taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau
insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan
aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun
horizontal.
Struktur organisasi
koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang
terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah
menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi
primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah
pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan
orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi.
2.2 Kemanfaatan Koperasi
Secara teoritis sumber
kekuatan koperasi sebagai badan usaha dalam konteks kehidupan perekonomian,
dapat dilihat dari kemampuan untuk menciptakan kekuatan monopoli dengan derajat
monopoli tertentu. Tetapi ini adalah kekuatan semu dan justru dapat menimbulkan
kerugian bagi anggota masyarakat di luar koperasi. Sumber kekuatan lain adalah
kemampuan memanfaatkan berbagai potensi external economies yang timbul di
sekitar kegiatan ekonomi para anggotanya. Dan kehematan tersebut hanya dapat
dinikmati secara bersama-sama, termasuk dalam hal menghindarkan diri dari
adanya external diseconomies itu.
Kehematan-kehematan
yang dapat menjadi sumber kekuatan koperasi memang tidak terbatas pada nilai
ekonomis nya semata. Kekuatan itu juga dapat bersumber dari faktor non-ekonomis
yang menjadi faktor berpengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan ekonomi
anggota masyarakat dan badan usaha koperasi. Sehingga manfaat atau keuntungan
koperasi pada dasarnya selalu terkait dengan dua jenis manfaat, yaitu yang
nyata (tangible) dan yang tidak nyata (intangible). Kemanfaatan koperasi ini
juga selalu berkaitan dengan keuntungan yang bersifat ekonomi dan sosial.
Karena koperasi selain memberikan kemanfaatan ekonomi juga mempunyai perhatian
dan kepedulian terhadap aspek sosial seperti pendidikan, suasana sosial
kemasyarakatan, lingkungan hidup, dan lain-lain. Pembahasan ini difokuskan
kepada manfaat yang mendasari digunakannya mekanisme koperasi.
Dalam hal ini koperasi
mempunyai kekuatan yang lain karena koperasi dapat memberikan kemungkinan
pengenalan teknologi baru melalui kehematan dengan mendapatkan informasi yang
langsung dan tersedia bagi setiap anggota yang memerlukannya. Kesemuanya itu
dilihat dalam kerangka peranan koperasi secara otonom bagi setiap individu
anggotanya yang telah memutuskan menjadi anggota koperasi. Dengan demikian
sepanjang koperasi dapat menghasilkan kemanfaatan tersebut bagi anggotanya maka
akan mendorong orang untuk berkoperasi karena dinilai bermanfaat.
Dalam konteks yang
lebih besar koperasi dapat dilihat sebagai wahana koreksi oleh masyarakat
pelaku ekonomi, baik produsen maupun konsumen, dalam memecahkan kegagalan pasar
dan mengatasi inefisiensi karena ketidaksempurnaan pasar. Secara teoritis
koperasi akan tetap hadir jika terjadi kegagalan pasar. Jika pasar berkembang
semakin kompetitif secara alamiah koperasi akan menghadapi persaingan dari
dalam. Karena segala insentif ekonomi yang selama ini didapat tidak lagi bisa
dimanfaatkan. Sehingga sumber kekuatan untuk tetap mempertahankan hadirnya
koperasi terletak pada kemampuan untuk mewujudkan keuntungan tidak langsung
atau intangible benefit yang disebutkan di muka.
Dalam kerangka yang
lebih makro suatu perekonomian merupakan suatu bangunan yang terdiri dari
berbagai pelaku yang dikenal dengan kelompok produsen dan kelompok konsumen. Di
dalam suatu negara berkembang organisasi ekonomi dari masing-masing pelaku tadi
menjadi semakin kompleks. Karena selain pemerintah dan swasta (perusahaan
swasta) sebenarnya masih ada dua kelompok lain yaitu koperasi dan sektor rumah
tangga. Kelompok yang disebut terakhir, perlu mendapatkan pencermatan
tersendiri, karena mungkin ia dapat berada di dalam koperasi, atau menjadi
suatu unit usaha sendiri, atau merupakan pendukung usaha swasta yang ada.
Inilah yang sebenarnya perlu kita lihat dalam kerangka yang lebih luas.
Secara konseptual dan
empiris, mekanisme koperasi memang diperlukan dan tetap diperlukan oleh suatu
perekonomian yang menganut sistem pasar. Besarnya peran tersebut akan sangat
tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengetahuan dan
kesadaran masyarakat serta struktur pasar dari berbagai kegiatan ekonomi dan
sumber daya alam dari suatu negara. Contoh klasik dari pentingnya kondisi pasar
yang kompatibel dengan kehadiran koperasi adalah pengalaman koperasi susu dimana-mana
di dunia ini selalu menjadi contoh sukses (kasus bilateral monopoli). Padahal
sukses ini tidak selalu dapat diikuti oleh jenis kegiatan produksi pertanian
lainnya. Koperasi sebagai mekanisme kerjasama ekonomi juga tidak mengungkung
dalam sistemnya sendiri yang terbatas pada sistem dan struktur koperasi, tetapi
dalam interaksi dapat meminjam mekanisme bisnis yang lazim dipakai oleh badan
usaha non-koperasi. Termasuk dalam hal ini pembentukan usaha yang berbentuk non
koperasi untuk mempertahankan kemampuan pelayanan dan menegakkan mekanisme
koperasi yang dimiliki.
2.3 Posisi Koperasi dalam Perdagangan Bebas
Esensi perdagangan
bebas yang sedang diciptakan oleh banyak negara yang ingin lebih maju
ekonominya adalah menghilangkan sebanyak mungkin hambatan perdagangan
internasional. Melihat arah tersebut maka untuk melihat dampaknya terhadap
perkembangan koperasi di tanah air dengan cara mengelompokkan koperasi ke dalam
ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan
atas dasar: (i) koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang
produksi, (ii) koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan (iii) koperasi
kredit dan jasa keuangan. Dengan cara ini akan lebih mudah mengenali keuntungan
yang bakal timbul dari adanya perdagangan bebas para anggota koperasi dan
anggota koperasinya sendiri.
Koperasi produsen
terutama koperasi pertanian memang merupakan koperasi yang paling sangat
terkena pengaruh perdagangan bebas dan berbagai liberalisasi. Koperasi
pertanian di seluruh belahan dunia ini memang selama ini menikmati proteksi dan
berbagai bentuk subsidi serta dukungan pemerintah. Dengan diadakannya
pengaturan mengenai subsidi, tarif, dan akses pasar, maka produksi barang yang
dihasilkan oleh anggota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan
seperti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain yang
lebih efisien.
Untuk koperasi-koperasi
yang menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan
impor jelas hal ini akan merupakan pukulan berat dan akan menurunkan perannya
di dalam percaturan pasar kecuali ada rasionalisasi produksi. Sementara untuk
koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit,
kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan
lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena berbagai
kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian
akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk
peningkatan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Dalam konteks
ini koperasi yang menangani produksi pertanian, yang selama ini mendapat
kemudahan dan perlindungan pemerintah melalui proteksi harga dan pasar akan
menghadapi masa-masa sulit. Karena itu koperasi produksi harus merubah strategi
kegiatannya. Bahkan mungkin harus mereorganisasi kembali supaya kompatibel
dengan tantangan yang dihadapi. Untuk koperasi produksi di luar pertanian
memang cukup sulit untuk dilihat arah pengaruh dari liberalisasi perdagangan
terhadapnya. Karena segala sesuatunya akan sangat tergantung di posisi segmen
mana kegiatan koperasi dibedakan dari para anggotanya. Industri kecil misalnya
sebenarnya pada saat ini relatif berhadapan dengan pasar yang lebih terbuka.
Artinya mereka terbiasa dengan persaingan dengan dunia luar untuk memenuhi
pemintaan ekspor maupun berhadapan dengan barang pengganti yang diimpor. Namun
cara-cara koperasi juga dapat dikerjakan oleh perusahaan bukan koperasi.
Secara umum koperasi di
dunia akan menikmati manfaat besar dari adanya perdagangan bebas, karena pada
dasarnya perdagangan bebas itu akan selalu membawa pada persaingan yang lebih
baik dan membawa pada tingkat keseimbangan harga yang wajar serta efisien.
Peniadaan hambatan perdagangan akan memperlancar arus perdagangan dan
terbukanya pilihan barang dari seluruh pelosok penjuru dunia secara bebas. Dengan demikian konsumen akan menikmati kebebasan
untuk memenuhi hasrat konsumsinya secara optimal. Meluasnya konsumsi masyarakat
dunia akan mendorong meluas dan meningkatnya usaha koperasi yang bergerak di
bidang konsumsi. Selain itu dengan peniadaan hambatan perdagangan oleh
pemerintah melalui peniadaan non torif barier dan penurunan tarif akan
menyerahkan mekanisme seleksi sepenuhnya kepada masyarakat. Koperasi sebenarnya
menjadi wahana masyarakat untuk melindungi diri dari kemungkinan kerugian yang
timbul akibat perdagangan bebas.
Kegiatan koperasi kredit, baik secara teoritis maupun
empiris, terbukti mempunyai kemampuan untuk membangun segmentasi pasar yang
kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan yang sangat tidak sempurna,
terutama jika menyangkut masalah informasi. Bagi koperasi kredit keterbukaan
perdagangan dan aliran modal yang keluar masuk akan merupakan kehadiran
pesaing baru terhadap pasar keuangan, namun tetap tidak dapat menjangkau para
anggota koperasi. Apabila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan
menutup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka segmentasi ini akan
sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit di negara
berkembang, adanya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk
mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara maju dalam membangun
sistem perkreditan melalui koperasi. Koperasi kredit atau simpan pinjam di masa
mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu diikuti oleh
dukungan lainnya seperti sistem pengawasan dan jaminan.
2.4 Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
Implementasi
undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam
hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi
akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah
dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi. Karena
azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan
mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi
untuk memberikan orientasi kepada pemerintah di daerah semakin penting. Dengan
demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk
pengembangan koperasi harus mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini.
Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur
daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.
Peranan pengembangan sistem
lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi
menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom
akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga
akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi
menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan
arus kapital keluar.
Dukungan yang
diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah
keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah.
Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk
percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat
dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi pengembangan
ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah
untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah
koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.
Potensi koperasi pada
saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus
bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi
seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan
otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat
potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini
konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta
pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk
kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan
lembaga penjamin kredit di daerah.
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan pengembangan koperasi sebagai
instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya
sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha
yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jati
dirinya akan menjadi agenda panjang. Dalam kerangka otonomi daerah perlu
penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh
pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar
potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan
elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air.
3.2 Daftar Pustaka
1. Couture,
M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative
Entrepreneurship, ILO and University of Nyeurode, of Nyenrode, Genewa, 2002.
2. Ravi
Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation and
policy Reform, ICA, RAPA, New Delhi,
2002.
3. Noer
Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat
4. Rusidi,
Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok Pemikiran
Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia, Bandung 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar