Jakarta - Pemerintah kembali akan mengkaji penurunan
bea keluar untuk minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) seperti
yang didesak oleh pengusaha. Namun permintaan penusaha itu tak akan 100%
dipenuhi oleh pemerintah.
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan
mengatakan pihaknya akan melakukan pembicaraan dengan lembaga terkait
rencana penurunan bea keluar ini.
"Kita akan bertemu dengan
lembaga tertentu terkait penurunannya berapa," ungkap Gita di Kantornya
di Jalan Ridwan Rais Jakarta, Jumat (11/01/2013).
Menurut data
yang dikeluarkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) saat
ini tarif pajak ekspor Indonesia masih 7-22,5% jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 4,5% sampai 8%. GAPKI meminta
pemerintah untuk menurunkan tarif bea keluar karena khawatir Indonesia
kehilangan pasar di luar negeri.
Namun Gita mengatakan penetapan
harga sawit harus dilihat dari indeks pergerakan harga sawit di dunia.
"Indeksasi pergerakan harga di dunia. GAPKI, tidak akan kita ikuti 100%
dan kita menjaga polusi kita konsisten dengan penggunaan indeksasi,"
katanya.
Yang paling penting bagi Gita adalah, penetapan tarif
bea keluar yang baru tidak mengganggu dua hal yaitu semangat hilirisasi
dan daya saing. Dikatakan Gita penetapan bea keluar yang baru akan
segera dikeluarkan bulan Januari 2013 ini.
"Saya rasa bulan
Januari akan diturunkan. Ini akan menjaga hilirisasi dan daya saing.
Idealnya bersaing itu 0% tetapi apakah menopang hilirisasi atau minus,"
tandasnya.
Seperti diketahui Bea keluar CPO untuk bulan Januari
2013 ditetapkan sebesar 7,5%, bea keluar ini terendah sepanjang sejarah
kebijakan ini. Sebelumnya bea keluar CPO ditetapkan 9% di bulan Desember
dan November tahun lalu.
(wij/hen)
analisa :
menurut saya, bea ekspor kelapa sawit indonesia harus ditekan sakecil mungkin, karena dengan bea ekspor yang rendah maka harga sawit indonesia di pasar dunia akan memiliki daya saing yang tinggi karena memiliki harga yang rendah pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar